Kalau dulu seorang perempuan mendengar idiom dapur, sumur, kasur konotasinya secara singkat tak jauh dari pengekangan, keterbatasan,dan semacamnya. Tidak bagi saya. Sejak menjalankan home educating/homeschooling, saya merasa tempat terindah saya adalah rumah, yang juga meliputi dapur, sumur, kasur.
Di dapur, anak-anak bisa bermain alat-alat dapur sambil dengan cerewet bertanya nama-nama bumbu dapur, sayuran, bahkan Aisyah yang menaruh minat besar pada urusan dapur pernah merasakan langsung rasa cabai, karena belum tau tentang gambaran rasa pedas. Jita belajar nama-nama bumbu yang lebih spesifik, membantu saya mengambil sayuran, menata kulkas agar terlihat rapih dan mudah mencari benda yang dibutuhkan, berhitung dengan menggunakan gelas ukur, timbangan dan sebagainya. Bassam? yang penting dia melihat kakak dan ibunya senang, dia ikut senang.
Walaupun tidak punya sumur, saya memberitahu Jita tentang sumur buatan (sumur artesis). Di rumah Mbah di Boyolali Jita pernah melihatnya. Sumur menjadi bahan belajar tentang siklus air di permukaan bumi, belajar tentang gas beracun yang sering membahayakan orang yang membersihkan sumur, dan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem. Jita juga belajar tentang keselamatan kerja, karena pernah mendengar berita anak kecil yang sedang bermain lalu tenggelam di sumur. Lalu jita berkesimpulan, memang lebih baik sumur tertutup dan kita menggunakan mesin air untuk mengeluarkan air itu ke tanki penampungan.
Kasur adalah tempat serbaguna. Kami melakukan banyak hal. Selain tidur, tentunya, di atas kasur kami bersenda gurau, sambil memancing tanggapan dari mereka atas beberapa hal. Anak-anak juga paling senang saya bacakan buku sambil mereka tidur-tiduran, atau saya bercerita lepas tentang kisah-kisah para nabi, sahabat, dan para ulama. Di atas kasur juga Jita mengulang hafalan Juz Amma nya, atau menambah jumlah hafalannya.
Pernah ada yang bertanya, kapan seorang ibu yang HE/HS memiliki waktu pribadi, dan bagaimana pengaturan waktu antara urusan rumah tangga dengan HE/HS nya? Bagi saya semua waktu yang saya nikmati dengan anak-anak adalah waktu pribadi, dan saya tidak memisahkan urusan rumah tangga dengan HE/HS. Bahkan saya bisa melakukan 2/3/4 pekerjaan sekaligus (maaf bukan bermaksud sombong). Artinya, 'belajar' dalam HE/HS tidaklah terpisah dari kegiatan sehari-hari.
Jadi, tak heran bila sayur sop yang saya buat memiliki bentuk yang compang-camping, karena semua anak ikut memotong (menggunakan pisau roti). Atau rumah terlihat kurang beraturan, karena anak-anak baru saja kerja bakti "merapikan' rumah. Tak ada pekerjaan anak-anak yang tak rapih, semuanya patut dinilai dari usahanya dan dari rasa empati mereka melihat saya bekerja merapikan/mengurus rumah.
Saya lah yang harus mengurangi standar 'rapih' dan 'bersih' serta 'enak' saya, harus bersabar menunda sebagian pekerjaan rumah yang menumpuk karena harus melayani anak-anak yang sedang asyik melakukan proyek tertentu, juga harus menahan diri melihat rumah yang kurang rapih. Barulah saat semuanya tidur malam saya bisa benar-benar sendiri, melakukan pekerjaan yang tertunda, atau berselancar di internet.
Assalamualaikum,,, Wah,,, ada yang masak sayur Sop keroyokan he he,,
BalasHapusMau dong,,, ga pa pa compang camping, yang penting rasanya Ok dan ngga pake penyedap apapun ya,, Hmmm Yummi,,