Adanya Peraturan Pemerintah yang mengharuskan pesekolah rumah memiliki rapot 'memaksa' saya memberikan Ujian Akhir Semester kepada Jita. Pesekolah rumah yang lain pun sama, akhirnya kita harus tunduk pada peraturan dengan tujuan mendapatkan nilai. Lalu, bagaimana pesekolah rumah seperti Jita mengerjakan ujian, padahal dalam kesehariannya, ia tidak terbiasa dites semacam ini.
Homeschooling adalah komitmen panjang keluarga, untuk mau terus memperbaiki diri, dan menambah ilmu
Minggu, 25 Desember 2011
Sabtu, 17 Desember 2011
Kami Senang Berteman
Setiap menjelang Hari Sabtu, Jita selalu berpikir akan berjualan apa lagi dia, donat, gorengan, ager-ager, kue coklat, es jeruk, semuanya sudah pernah ia jual. Setiap Sabtu, di saat Ibu-ibu Majelis Ta'lim AnNisaa mengikuti ta'lim, anak-anak berjualan di halaman depan. Pikiran kami di saat mencetuskan ide ini adalah agar anak-anak memiliki kegiatan sehingga tidak perlu menyusul ibunya ke tempat ta'lim.
Senin, 12 Desember 2011
Membentuk Komunitas Home Schooling
Salah satu cara agar Anda semakin yakin dan percaya diri memulai Home Schooling adalah dengan membentuk komunitas. Carilah beberapa keluarga yang menjalankan HS dan tinggal tak jauh dari lingkungan kita. Buat sebuah acara 'kumpul-kumpul' atau 'sharing' lalu membuat komitmen bersama untuk bersatu dalam sebuah komunitas.
Tujuan dari terbentuknya komunitas tak lain adalah membentuk wadah saling berbagi pengalaman, informasi, ilmu dan sebagainya seputar praktek home schooling. Sebagai praktisi awal, lebih mudah bila berbagai masalah yang dihadapi saat menjalankan HS dibicarakan bersama. Kalaupun belum mendapatkan solusi, paling tidak sudah bisa berbagi beban, dan biasanya masalah yang dihadapi oleh sebuah keluarga HS mungkin juga dihadapi keluarga HS lain, sehingga muncullah perasaan 'aku tak sendiri'.
Setelah terbentuknya komunitas pertanyaan selanjutnya biasanya adalah,apa kegiatan komunitas kita? beberapa praktek kegiatan komunitas yang pernah saya jumpai antara lain:
1. Beberapa Ibu beserta anak-anak mereka menentukan hari berkumpul mereka. Mengerjakan kertas kerja, belajar bersama, bahkan tak jarang kegiatan pengajaran bersama. Bentuk seperti ini tak ubahnya seperti kelas dalam sekolah-sekolah, hanya saja yang menjadi guru adalah Ibu masing-masing. Kelebihannya adalah adanya materi pengajaran yang biasanya langsung dirasakan 'manfaat' nya oleh ibu-ibu lain. Kekurangannya antara lain tidak adanya kerja sama dan tidak mudahnya mempertahankan bentuk komunitas semacam ini dalam waktu yang lama. Materi yang telah dipersiapkan lebih dulu belum tentu cocok dengan minat anak pada saat itu. Maka kegiatan komunitas tak beda dengan sekolah. Para ibu berlega hati dan senang karena anak-anak mereka mendapatkan pengajaran 'gratis' Beban besar biasanya ada pada 1 atau 2 orang saja, sedangkan anggota komunitas lain tak ubahnya ibu-ibu yang mengantar sekolah; datang dan mengobrol, karena tidak tahu kegiatan yang bisa mereka lakukan. Ada 2 komunitas (yang saya tahu) yang telah tumbang karena mempraktekkan hal semacam ini.
2.Ada pula 'komunitas' Home Schooling yang sebenarnya tidak bisa disebut sebagai komunitas. Semangat dari sebuah komunitas seharusnya adalah saling menolong, tetapi komunitas jenis ini sebenarnya lebih bisa disebut sebagai 'bisnis komunitas'. Saya mohon maaf bila terminologi ini terdengar kasar karena saya sulit menemukan istilah yang pas untuk menggambarkan komunitas jenis ini. Bagaimana tidak berbau bisnis. Saat Anda bergabung dengan komunitas semacam ini, Anda akan dihadapkan kepada biaya ini dan itu, biaya kurikulum, biaya ujian, biaya anu, itu, ini, dan lainnya. Yang bila dikalkulasikan melebihi biaya dari sekolah formal. Beberapa praktisi dan pemerhati HS saat ini sedang gencar untuk 'memaksa' 'komunitas' jenis ini agar mengalihkan nama mereka menjadi sebuah bisnis pendidikan yang akan terdengar lebih adil. Kalau komunitas seperti ini secara terang-terangan mengatakan diri mereka sebuah lembaga bisnis dan bukan komunitas HS, maka wajarlah mereka mengharapkan keuntungan dari sana.
3.Komunitas selanjutnya adalah komunitas dimana di dalamnya bergabung keluarga-keluarga HS, mereka saling bertukar informasi tentang buku-buku yang bagus, sumber-sumber belajar yang menarik. Tak jarang mereka membeli secara kolektif bahan-bahan belajar, berkumpul untuk berdiskusi, membuat keterampilan bersama, dan sebagainya. Tak ada satu keluarga yang memiliki beban lebih berat dari yang lainnya. Jadwal berkumpul mereka paling tidak sebulan sekali dan diisi dengan diskusi, berbagi ilmu, bersosialisasi, dan sebagainya. Tanggung jawab pendidikan tetap dijalankan masing-masing oleh orang tua tiap anggota komunitas. Komunitas jenis ini biasanya berlomba-lomba menghadirkan yang terbaik, dan cenderung bertahan lebih lama, karena nafas utamanya adalah saling membantu.
Tulisan ini hanya didasarkan pada pengalaman semata. Ini hanya sebuah pengetahuan dan bukan ilmu, karena ilmu haruslah menggunakan dalil. Saya mohon maaf bila terdapat kesalahan dalam tulisan ini, dan semoga bermanfaat.
Tujuan dari terbentuknya komunitas tak lain adalah membentuk wadah saling berbagi pengalaman, informasi, ilmu dan sebagainya seputar praktek home schooling. Sebagai praktisi awal, lebih mudah bila berbagai masalah yang dihadapi saat menjalankan HS dibicarakan bersama. Kalaupun belum mendapatkan solusi, paling tidak sudah bisa berbagi beban, dan biasanya masalah yang dihadapi oleh sebuah keluarga HS mungkin juga dihadapi keluarga HS lain, sehingga muncullah perasaan 'aku tak sendiri'.
Setelah terbentuknya komunitas pertanyaan selanjutnya biasanya adalah,apa kegiatan komunitas kita? beberapa praktek kegiatan komunitas yang pernah saya jumpai antara lain:
1. Beberapa Ibu beserta anak-anak mereka menentukan hari berkumpul mereka. Mengerjakan kertas kerja, belajar bersama, bahkan tak jarang kegiatan pengajaran bersama. Bentuk seperti ini tak ubahnya seperti kelas dalam sekolah-sekolah, hanya saja yang menjadi guru adalah Ibu masing-masing. Kelebihannya adalah adanya materi pengajaran yang biasanya langsung dirasakan 'manfaat' nya oleh ibu-ibu lain. Kekurangannya antara lain tidak adanya kerja sama dan tidak mudahnya mempertahankan bentuk komunitas semacam ini dalam waktu yang lama. Materi yang telah dipersiapkan lebih dulu belum tentu cocok dengan minat anak pada saat itu. Maka kegiatan komunitas tak beda dengan sekolah. Para ibu berlega hati dan senang karena anak-anak mereka mendapatkan pengajaran 'gratis' Beban besar biasanya ada pada 1 atau 2 orang saja, sedangkan anggota komunitas lain tak ubahnya ibu-ibu yang mengantar sekolah; datang dan mengobrol, karena tidak tahu kegiatan yang bisa mereka lakukan. Ada 2 komunitas (yang saya tahu) yang telah tumbang karena mempraktekkan hal semacam ini.
2.Ada pula 'komunitas' Home Schooling yang sebenarnya tidak bisa disebut sebagai komunitas. Semangat dari sebuah komunitas seharusnya adalah saling menolong, tetapi komunitas jenis ini sebenarnya lebih bisa disebut sebagai 'bisnis komunitas'. Saya mohon maaf bila terminologi ini terdengar kasar karena saya sulit menemukan istilah yang pas untuk menggambarkan komunitas jenis ini. Bagaimana tidak berbau bisnis. Saat Anda bergabung dengan komunitas semacam ini, Anda akan dihadapkan kepada biaya ini dan itu, biaya kurikulum, biaya ujian, biaya anu, itu, ini, dan lainnya. Yang bila dikalkulasikan melebihi biaya dari sekolah formal. Beberapa praktisi dan pemerhati HS saat ini sedang gencar untuk 'memaksa' 'komunitas' jenis ini agar mengalihkan nama mereka menjadi sebuah bisnis pendidikan yang akan terdengar lebih adil. Kalau komunitas seperti ini secara terang-terangan mengatakan diri mereka sebuah lembaga bisnis dan bukan komunitas HS, maka wajarlah mereka mengharapkan keuntungan dari sana.
3.Komunitas selanjutnya adalah komunitas dimana di dalamnya bergabung keluarga-keluarga HS, mereka saling bertukar informasi tentang buku-buku yang bagus, sumber-sumber belajar yang menarik. Tak jarang mereka membeli secara kolektif bahan-bahan belajar, berkumpul untuk berdiskusi, membuat keterampilan bersama, dan sebagainya. Tak ada satu keluarga yang memiliki beban lebih berat dari yang lainnya. Jadwal berkumpul mereka paling tidak sebulan sekali dan diisi dengan diskusi, berbagi ilmu, bersosialisasi, dan sebagainya. Tanggung jawab pendidikan tetap dijalankan masing-masing oleh orang tua tiap anggota komunitas. Komunitas jenis ini biasanya berlomba-lomba menghadirkan yang terbaik, dan cenderung bertahan lebih lama, karena nafas utamanya adalah saling membantu.
Tulisan ini hanya didasarkan pada pengalaman semata. Ini hanya sebuah pengetahuan dan bukan ilmu, karena ilmu haruslah menggunakan dalil. Saya mohon maaf bila terdapat kesalahan dalam tulisan ini, dan semoga bermanfaat.
Senin, 05 Desember 2011
Misi-misi Impian
Hampir setiap hari ada saja misi-misi Jita mewujudkan
proyek-proyek impiannya. Beberapa hari yang lalu ia menyelesaikan proyek alat
penetas telur serangga versinya. Ia juga memajang buku karyanya sendiri yang
berisi tentang kecantikan. Lalu, ia pun bermimpi lagi mengetahui beragam bahasa
di dunia.
Langganan:
Postingan (Atom)