Adanya Peraturan Pemerintah yang mengharuskan pesekolah rumah memiliki rapot 'memaksa' saya memberikan Ujian Akhir Semester kepada Jita. Pesekolah rumah yang lain pun sama, akhirnya kita harus tunduk pada peraturan dengan tujuan mendapatkan nilai. Lalu, bagaimana pesekolah rumah seperti Jita mengerjakan ujian, padahal dalam kesehariannya, ia tidak terbiasa dites semacam ini.
Jita memulai Ujian Akhir Semesternya dengan mengerjakan Bahasa Inggris dan IPA. Kedua pelajaran ini memang termasuk yang disukainya. Jita mengerjakannya di rumah teman yang juga pesekolah rumah. Ia tak selesai mengerjakannya, padahal dia bisa. Saat saya tanyakan secara lisan pun, dia menjawabnya dengan benar. Kemudian saya memintanya menuliskan jawabannya tadi di kertas jawaban.
Beberapa hal menarik perhatian saya. Saat ada pertanyaan 'tumbuhan di bawah ini yang merugikan manusia adalah...' Jita tidak memberikan jawaban. Katanya, semua yang diciptakan Alloh bermanfaat untuk manusia, sehingga menurutnya tidak ada jawaban yang benar dalam soal itu. Tetapi ada pula hal-hal yang belum diketahuinya, karena kami memang tidak mempelajari hal tersebut. Lalu, bagaimana penilaian akhir dari semua ujian ini?Saya sendiri tidak secara mentah menilai 'kemampuan' anak hanya dari ujian. Nilai nominal memang didapat dari ujian, tetapi lebih dari itu, nilai-nilai yang terpatri di dalam diri anak tentang akidah, adab, dan sebagainya merupakan pencapaian yang melebihi nilai nominal. Lalu apakah saya sebagai orang tua tidak khawatir bila anak tidak memiliki kemampuan yang sama dengan anak yang bersekolah?
Kekhawatiran itu memang ada. Apalagi bila sudah melihat soal-soal Pendidikan Kewarganegaraan, IPS, dan sebagainya, masa-masa ujian seperti ini yang terkadang membuat kepercayaan diri saya surut perlahan. Apabila nilai yang didapatkan dalam pelajaran-pelajaran tersebut ternyata rendah, apakah Home Schooling yang kita jalankan gagal?Jelas tidak, dan ternyata walaupun tidak mempelajari pelajaran-pelajaran sekolahan secara runut dan terstruktur, alhamdulillah Jita bisa menjawab soal-soal tersebut, walaupun ada beberapa yang dia tidak bisa.
Pesekolah rumah terpola untuk berpikir tentang hal kecil secara mendalam. Sesuatu yang menarik minatnya akan digali dengan sangat tekun, mendalam, dan terus-menerus sampai puas. Karena cara belajar seperti inilah, mereka seolah (maaf) tidak punya waktu untuk mempelajari hal lain yang sama sekali tidak menarik baginya. Jita kurang suka belajar matematika, tetapi ia suka pemecahan masalah berhitung bila disuguhkan dalam bentuk cerita dan gambar. Ia suka sesuatu yang berhubungan dengan bahasa, budaya, petualangan, sejarah. Maka, Kesehariannya tak jauh dari membaca ensiklopedi, membuka pencari cepat untuk bahasa,buku-buku peta eksplorasi, penjajahan, dan sebagainya. Adakah semua ini di kurikulum? haruskah saya mencegahnya dan mengatakan: ini tidak ada di kurikulum?
Ilmu dan pengetahuan demikian luas. Anak akan memulai untuk menyelami ilmu tersebut dari hal yang disukainya. Lambat laun, ia akan mulai mempelajari hal lain yang dibutuhkannya. Maka, pesekolah rumah pun akan memiliki pengetahuan yang sama, atau bahkan lebih, dari anak-anak yang bersekolah, tetapi pada saat yang mungkin tidak sama dengan anak-anak yang bersekolah. Bersabar, bersungguh-sungguh dalam prosesnya, serta berdoa bisa menjadi kunci menuju ke sana. Saya pun merasa lebih diuji pada saat musim ujian seperti ini, dibandingkan anak saya.
kak, apa raport itu memang wajib? dan bagaimana ketika nilai-nya ternyata tidak sesuai yang "diaturkan" ?
BalasHapusdengan adanya PP tsb jadinya rapot wajib, dan wajib disahkan oleh sekolah yang ditunjuk Depdiknas. Orang tua yg bertugas mencari jalan. Nilai minimumnya kan lumayan rendah, jadi insya alloh bisa lah. kl nggak lulus ya mengulang, sama aja kaya anak sekolahan.
Hapus