Sebagai ibu rumah tangga, saya merasa harus serbabisa. Serbabisa dalam arti tidak selalu dikerjakan sendiri, tetapi menguasai masalah. Saat pompa air rusak, saya harus tau nomor kontak sang ahli. Begitu juga saat atap bocor, air got berbalik ke kamar mandi, dan sebagainya, karena biasanya masalah-masalah tersebut datang di saat suami berada di kantor. Sehingga, inbox saya pun penuh dengan kontak tukang pompa, tukang ojek, tukang reparasi, tukang becak, serta berdampingan pula dengan nomor tukang servis AC, jasa antar makanan, taksi, dan saya juga menyimpan nomor kontak tukang sayur, tukang cendol, dan lain-lain. Anak-anak pun tertawa saat melihat nomor kontak telepon genggam saya. Itulah ibu nak, manajer semua urusan, saya menjelaskan.
Di saat yang lain saya pun merasa benar-benar harus bisa menangani masalah yang saya hadapi sendiri. Saat anak-anak membutuhkan teman untuk bertukar kertas file, saat anak ke tiga memerlukan tunggangan, atau saat anak ke dua meminta perhatian ketika dia berlagak seperti musketeer. Tak ada asisten untuk itu semua, saya hanya bisa menurut kepada 'perintah' mereka dan bergaya sesuai harapan mereka.
Namun ada kalanya sayalah guru dan penjaga anak-anak. Pelajaran menyeberang jalan adalah keterampilan yang saya tekankan. Demikian juga kelincahan naik-turun angkot, karena kami termasuk bergantung kepada angkot dalam hal transportasi. Saya menyebut 'formasi menyeberang' saat kami akan menyeberang. Maka, kakak tertua akan mengambil posisi paling kiri mengapit dua adiknya. Saat naik angkot, mereka pun sudah tau sebaiknya kita mengambil tempat pojok yang 'aman'. Keterampilan lainnya adalah kemandirian. Kakak yang besar mandi dan memakai baju sendiri, sedangkan adik paling kecil dimandikan dan dipakaikan baju oleh sang kakak. Wah, apakah saya termasuk melakukan 'child abuse ya?" Semoga tidak.
Menjadi ibu, bagi saya adalah pekerjaan yang seru. Inilah saatnya kita, seorang perempuan, menumpahkan kodrat kasih sayang kita, melampiaskan sisi kepemimpinan yang kita miliki, sekaligus menyalurkan hobby yang kita senangi. Hanya pekerjaan sebagai Ibu lah menurut saya, yang bisa menyandingkan itu semua. Di saat kita sedang bosan dengan setrikaan/cucian yang menumpuk, kita bisa rehat sejenak bersama anak-anak mengumpulkan semangat. Ada kalanya insting keindahan kita, dapat kita salurkan dengan menata ruangan seindah mungkin, menghias sudut-sudut rumah, menata halaman, dan lainnya. Namun kita juga bisa menyalurkan sisi kepemimpinan kepada anak-anak dengan memberi contoh baik dan mangayomi mereka. Dan, tak lupa sekaligus menjadi isteri yang menurut kepada suami.
Dari segala pekerjaan yang pernah saya jalani, menjadi ibu bagi saya adalah seru, wanita dari mana pun, kelas ekonomi apapun, ras apa pun, bisa menjadi ibu, insyaa allooh. Inilah pekerjaan yang tak mengenal sogokan dan kelas sosial. Mudah-mudahan profesi ini bisa membawa kita ke surga, amiiin.....
Di saat yang lain saya pun merasa benar-benar harus bisa menangani masalah yang saya hadapi sendiri. Saat anak-anak membutuhkan teman untuk bertukar kertas file, saat anak ke tiga memerlukan tunggangan, atau saat anak ke dua meminta perhatian ketika dia berlagak seperti musketeer. Tak ada asisten untuk itu semua, saya hanya bisa menurut kepada 'perintah' mereka dan bergaya sesuai harapan mereka.
Namun ada kalanya sayalah guru dan penjaga anak-anak. Pelajaran menyeberang jalan adalah keterampilan yang saya tekankan. Demikian juga kelincahan naik-turun angkot, karena kami termasuk bergantung kepada angkot dalam hal transportasi. Saya menyebut 'formasi menyeberang' saat kami akan menyeberang. Maka, kakak tertua akan mengambil posisi paling kiri mengapit dua adiknya. Saat naik angkot, mereka pun sudah tau sebaiknya kita mengambil tempat pojok yang 'aman'. Keterampilan lainnya adalah kemandirian. Kakak yang besar mandi dan memakai baju sendiri, sedangkan adik paling kecil dimandikan dan dipakaikan baju oleh sang kakak. Wah, apakah saya termasuk melakukan 'child abuse ya?" Semoga tidak.
Menjadi ibu, bagi saya adalah pekerjaan yang seru. Inilah saatnya kita, seorang perempuan, menumpahkan kodrat kasih sayang kita, melampiaskan sisi kepemimpinan yang kita miliki, sekaligus menyalurkan hobby yang kita senangi. Hanya pekerjaan sebagai Ibu lah menurut saya, yang bisa menyandingkan itu semua. Di saat kita sedang bosan dengan setrikaan/cucian yang menumpuk, kita bisa rehat sejenak bersama anak-anak mengumpulkan semangat. Ada kalanya insting keindahan kita, dapat kita salurkan dengan menata ruangan seindah mungkin, menghias sudut-sudut rumah, menata halaman, dan lainnya. Namun kita juga bisa menyalurkan sisi kepemimpinan kepada anak-anak dengan memberi contoh baik dan mangayomi mereka. Dan, tak lupa sekaligus menjadi isteri yang menurut kepada suami.
Dari segala pekerjaan yang pernah saya jalani, menjadi ibu bagi saya adalah seru, wanita dari mana pun, kelas ekonomi apapun, ras apa pun, bisa menjadi ibu, insyaa allooh. Inilah pekerjaan yang tak mengenal sogokan dan kelas sosial. Mudah-mudahan profesi ini bisa membawa kita ke surga, amiiin.....