Beberapa ibu yang akan memulai home schooling/home education,sering kali kurang percaya diri karena mereka merasa tidak cukup ilmu. Ada juga yang merasa tidak berbakat mengajar, sebagian lain akhirnya mundur karena kurang percaya diri itu.
Suatu kali seorang teman membagikan pengalaman HS nya. Pada awalnya,dia memang merasa sangat tidak yakin langkah ini adalah pilihan yang tepat. Masalahnya,dia merasa tidak memiliki cukup ilmu,terutama ilmu agama. Bayangan-bayangan akan gagalnya HS mereka cukup membuat resah. Namun dengan niat untuk memenuhi kewajiban sebagai orang tua, akhirnya mereka menjalankan HS.
Seiring berjalannya waktu, teman saya ini merasa kian hari tantangan untuk menambah ilmu kian bertambah. Mulai dari ilmu umum,ilmu agama, sampai hafalan Al Quran. Sang ibu pun berusaha keras memenuhi tuntutan ini. Tanpa ia sadari, ia sendiri telah banyak menambah ilmu, belajar,berdiskusi. Pada akhirnya, ia mengaku sangat yakin dengan pilihannya untuk HS. Tak hanya itu, orang tua juga terpacu menambah hafalan Al Quran agar dapat menghafalnya bersama anak-anak. Akhirnya kedua anaknya hafal Al Quran di usia kurang dari 10 tahun, si ibu pun hafizhoh.
Saat belum memulai HS memang rasanya beban kita sebagai orang tua begitu berat. Bayangan-bayangan akan beratnya kegiatan yang harus dijalankan sehari-hari bersama anak-anak seperti menjadi momok. Belum lagi memikirkan materi belajar,teknik mengajar,alat peraga,sumber belajar, dan lain-lain. Tanpa disadari, waktu terus berjalan, dan kita masih saja memikirkan kekhawatiran itu.
Bagaimana mengatasi kehawatiran tersebut? Syarat utama adalah, sebagai orang tua, kita harus mau terus belajar. Di saat anak-anak usia pra sekolah (3-6 tahun) adalah waktu yang cukup longgar untuk belajar banyak hal. Kita bisa membuka kembali buku-buku doa yang shohih, mengajak anak-anak membacanya. Atau, kita baca kembali buku-buku adab sehari-hari. Mempraktekkan bersama cara makan, tidur,bertamu, dan lainnya, yang dicontohkan Rosulullooh shollallohu 'alaihi wasalam.
Saat anak-anak memasuki usia sekolah (mulai 7 tahun), biasanya orangtua didera galau lagi. Mulai muncul lagi rasa kurang percaya diri. Khawatir tak terpenuhi kurikulum nasional, khawatir tidak bisa memiliki pengetahuan, keterampilan yang sama dengan anak-anak yang bersekolah. Beberapa orang tua akhirnya menyekolahkan anaknya,sebagian lain meneruskan HS dengan mantap. Tetapi masih saja ada yang galau walaupun terus melanjutkan HS.
Dulu saya juga bimbang, di saat teman-teman saya mulai repot mengurus anak-anak mereka masuk sekolah,anak saya tetap pada pilihannya untuk HS. Maka tak ada cara lain selain terus belajar. Tak ada salahnya kita ikut belajar sholat yang benar bersama anak. Hal ini salah satu yang saya syukuri. Saat saya mendampingi anak-anak belajar sholat,saya jadi tahu ada beberapa cara sholat saya yang belum tepat. Begitu juga dengan ilmu-ilmu umum, saya harus membaca kembali buku-buku tentang penjumlahan,perkalian,geometri,binatang,tumbuhan, dan sebagainya. Semua ini sama sekali tidak merugikan saya. Sebaliknya, beberapa hal baru saya dapatkan, ada yanag harus saya koreksi, dan ada pemahaman saya yang selama ini keliru.
Home Schooling adalah cara belajar dimana semua yang terlibat di dalamnya memiliki kedudukan yang sama sebagai penuntut ilmu. Ayah,ibu,kakak,adik, semuanya berhak mengajukan pertanyaan, dan berkewajiban mencari jawabannya. Ayah membantu ibu. Kakak mengingatkan ayah, adik dibantu kakak, dan seterusnya. Bila masih ragu akan keilmuan Anda, saatnya Ibu harus belajar!
Suatu kali seorang teman membagikan pengalaman HS nya. Pada awalnya,dia memang merasa sangat tidak yakin langkah ini adalah pilihan yang tepat. Masalahnya,dia merasa tidak memiliki cukup ilmu,terutama ilmu agama. Bayangan-bayangan akan gagalnya HS mereka cukup membuat resah. Namun dengan niat untuk memenuhi kewajiban sebagai orang tua, akhirnya mereka menjalankan HS.
Seiring berjalannya waktu, teman saya ini merasa kian hari tantangan untuk menambah ilmu kian bertambah. Mulai dari ilmu umum,ilmu agama, sampai hafalan Al Quran. Sang ibu pun berusaha keras memenuhi tuntutan ini. Tanpa ia sadari, ia sendiri telah banyak menambah ilmu, belajar,berdiskusi. Pada akhirnya, ia mengaku sangat yakin dengan pilihannya untuk HS. Tak hanya itu, orang tua juga terpacu menambah hafalan Al Quran agar dapat menghafalnya bersama anak-anak. Akhirnya kedua anaknya hafal Al Quran di usia kurang dari 10 tahun, si ibu pun hafizhoh.
Saat belum memulai HS memang rasanya beban kita sebagai orang tua begitu berat. Bayangan-bayangan akan beratnya kegiatan yang harus dijalankan sehari-hari bersama anak-anak seperti menjadi momok. Belum lagi memikirkan materi belajar,teknik mengajar,alat peraga,sumber belajar, dan lain-lain. Tanpa disadari, waktu terus berjalan, dan kita masih saja memikirkan kekhawatiran itu.
Bagaimana mengatasi kehawatiran tersebut? Syarat utama adalah, sebagai orang tua, kita harus mau terus belajar. Di saat anak-anak usia pra sekolah (3-6 tahun) adalah waktu yang cukup longgar untuk belajar banyak hal. Kita bisa membuka kembali buku-buku doa yang shohih, mengajak anak-anak membacanya. Atau, kita baca kembali buku-buku adab sehari-hari. Mempraktekkan bersama cara makan, tidur,bertamu, dan lainnya, yang dicontohkan Rosulullooh shollallohu 'alaihi wasalam.
Saat anak-anak memasuki usia sekolah (mulai 7 tahun), biasanya orangtua didera galau lagi. Mulai muncul lagi rasa kurang percaya diri. Khawatir tak terpenuhi kurikulum nasional, khawatir tidak bisa memiliki pengetahuan, keterampilan yang sama dengan anak-anak yang bersekolah. Beberapa orang tua akhirnya menyekolahkan anaknya,sebagian lain meneruskan HS dengan mantap. Tetapi masih saja ada yang galau walaupun terus melanjutkan HS.
Dulu saya juga bimbang, di saat teman-teman saya mulai repot mengurus anak-anak mereka masuk sekolah,anak saya tetap pada pilihannya untuk HS. Maka tak ada cara lain selain terus belajar. Tak ada salahnya kita ikut belajar sholat yang benar bersama anak. Hal ini salah satu yang saya syukuri. Saat saya mendampingi anak-anak belajar sholat,saya jadi tahu ada beberapa cara sholat saya yang belum tepat. Begitu juga dengan ilmu-ilmu umum, saya harus membaca kembali buku-buku tentang penjumlahan,perkalian,geometri,binatang,tumbuhan, dan sebagainya. Semua ini sama sekali tidak merugikan saya. Sebaliknya, beberapa hal baru saya dapatkan, ada yanag harus saya koreksi, dan ada pemahaman saya yang selama ini keliru.
Home Schooling adalah cara belajar dimana semua yang terlibat di dalamnya memiliki kedudukan yang sama sebagai penuntut ilmu. Ayah,ibu,kakak,adik, semuanya berhak mengajukan pertanyaan, dan berkewajiban mencari jawabannya. Ayah membantu ibu. Kakak mengingatkan ayah, adik dibantu kakak, dan seterusnya. Bila masih ragu akan keilmuan Anda, saatnya Ibu harus belajar!
sama-sama belajar intinya yah mbak Maya :)
BalasHapus