Matanya membulat tajam, mulutnya terus-menerus bercerita, urat-urat nadi di lehernya terlihat menonjol karena semangatnya. Cerita tentang pendudukan Belanda, tanam paksa, sampai para pahlawan yang tak rela diinjak-injak kehormatannya terus mengalir. Sampai akhirnya, dengan wajah berseri ia menceritakan merdekanya Indonesia setelah pasukan Jepang terpaksa "pulang kampung".
Saya sendiri tidak ingat asal-muasal kegemaran Bassam terhadap sejarah. Sewaktu kecil, kegemarannya standar saja; kereta, alat-alat berat, pesawat dan yang sejenisnya. Sampai ia berusia 4 tahun, kegemarannya adalah 'nongkrong' di proyek-proyek pembangunan, melihat back hoe, bull dozer, pengaduk semen. Di rumah pun, ia senang dibuatkan kreasi berbentuk alat-alat berat tadi. Saya menggunting beberapa kertas origami membentuk berbagai macam alat berat. Kemudian menempelkannya di lemari buku. Ia tampak senang. Lalu ia mulai mengenal warnanya masing-masing, meminta dibacakan buku tentangnya, berfoto di dekatnya.
Suatu hari saya mulai membacakan buku-buku tentang para sahabat yang dijamin masuk surga. Di buku tersebut dikisahkan juga keberaniand an ketangkasan mereka di medan perang, berperang demi kehormatan agama. 10 buku ditamatkan, kemudian berlanjut ke seri peran-perang terkenal di zaman Nabi Muhammad. Ternyata dari hari ke hari, ia semakin suka dan menyelami kisah-kisah demikian. Cerita terus berlanjut ke seri lainnya. Sampai suatu hari ia bertanya apakah di Indonesia juga ada perang, bagaimana perangnya, dan seterusnya. Maka dimulailah cerita tentang perang kemerdekaan.
Alhamdulillah, Alloh mengizinkan saya menemukan satu seri Ensiklopedia Perang Dunia II. Bassam antusias dibacakan buku tersebut. Saya tak sanggup membacakannya terlalu banyak, karena bukunya tebal dan bahasanya lebih enak untuk dibaca dalam hati (bukan membaca keras). Saya pun akhirnya menemukan buku lain yang lebih enak untuk dibacakan.
Setelah beberapa kali dibacakan, ia mulai tertarik terus memeiliki buku-buku tentang pahlawan, kemerdekaan, dan sebagainya. Ia mulai bertanya-tanya tentang negara, imperialisme (dalam bahasanya, penjajahan), tentang pemerintahan, mulai mencoba menganalisa tindakan-tindakan tertentu yang dilakukan oleh para pahlawan (dari cerita yang saya bacakan). Ia sangat serius membuka lembar demi lembar buku sejarahnya (yang banyak gambarnya), tetapi jangan kira ia membacanya, ia bahkan belum hafal beberapa huruf. "Maaaju tak gentaaaar...membela yang benaaar...", demikian ia mulai menikmati lagu-lagu nasional.
Ketika saya ditanya darimana saya memulai belajar bersama anak-anak? saya akan menjawab, dari kegemarannya masing-masing. Saya memulai petualangan belajar bersama anak pertama dari membicarakan kucing, membaca buku-buku tentang kucing, menggambar kucing, emmbuat cerita tentang kucing. Saya meyiapkan diri saya mengantar ke tempat-tempat olahraga untuk anak ke dua, menyediakan sarana permainan yang ia sukai, menyediakan ruangan agak luas untuknya bergerak. Saya harus menambah wawasan saya tentang sejarah, politik, militer untuk Bassam.
Bagaimana mengidentifikasi minat masing-masing? Yang saya lakukan diantaranya: menyediakan buku-buku bacaan di rumah, mengajaknya pergi ke toko/pameran buku. Perhatikan saja buku yang lebih banyak menarik minatnya. Cara lain adalah sering membacakan cerita yang menginspirasi. Membacakan cerita tentang para nabi, sahabat, ulama, pahlawan, dan tokoh lain yang memberikan pengaruh besar bagi kemajuan peradaban. Buku-buku pengetahuan juga bisa menjadi faktor yang menstimulasi minat anak-anak. Anak-anak jadi tahu mengapa mereka harus mandi, menggosok gigi, mengapa kalau sudah magrib kita harus berada di dalam rumah, apa pentingnya tidur dalam cahaya gelap, dan sebagainya.
Saya percaya semua orang tua ingin anak-anak mereka melakukan sesuai sesuai keinginan masing-masing. Namun seringkali kita terburu-buru ingin segera mengetahui minat anak-anak. Bila orang tua belum juga melihat anak mereka menyukai sebuah bidang, seharusnya mereka bertanya ke alam diri masing-masing, sudahkah kita sebagai orang tua memberikan stimulasi, waktu, dan usaha yang cukup demi menggali minat mereka?
Dulu saya termasuk ibu yang berorientasi hasil dan target. Hasilnya, anak pertama saya memulai belajar membacanya dengan berat, dalam kondisi ibunya dikejar target. Alhamdulillah, saya segera tersadar dan langsung mengubah teknik saya di anak ke dua. Yang perlu kita lakukan adalah terus-menerus memberikan stimulasi, menciptakan kondisi, dan yang terutama terus berdoa. Perpaduan antara doa, stimulasi, minat, dan teknik yang menyenangkan merupakan resep yang luar biasa bagi keluarga kami. Jika unsur-unsur tersebut berpadu, keterampilan membaca, menulis dan berhitung bukan masalah yang sulit.
Saat anak mulai menemukan minatnya (passion), ia akan berusaha mencari jalan menuju ke sana. Saat ia memulai dari kegemarannya, akan sulit kita menghentikannya, saat ia mencari teman yang tepat untuk menemani petualangan belajarnya, saatnya kita untuk selalu berada di dekatnya.
Saya sendiri tidak ingat asal-muasal kegemaran Bassam terhadap sejarah. Sewaktu kecil, kegemarannya standar saja; kereta, alat-alat berat, pesawat dan yang sejenisnya. Sampai ia berusia 4 tahun, kegemarannya adalah 'nongkrong' di proyek-proyek pembangunan, melihat back hoe, bull dozer, pengaduk semen. Di rumah pun, ia senang dibuatkan kreasi berbentuk alat-alat berat tadi. Saya menggunting beberapa kertas origami membentuk berbagai macam alat berat. Kemudian menempelkannya di lemari buku. Ia tampak senang. Lalu ia mulai mengenal warnanya masing-masing, meminta dibacakan buku tentangnya, berfoto di dekatnya.
Suatu hari saya mulai membacakan buku-buku tentang para sahabat yang dijamin masuk surga. Di buku tersebut dikisahkan juga keberaniand an ketangkasan mereka di medan perang, berperang demi kehormatan agama. 10 buku ditamatkan, kemudian berlanjut ke seri peran-perang terkenal di zaman Nabi Muhammad. Ternyata dari hari ke hari, ia semakin suka dan menyelami kisah-kisah demikian. Cerita terus berlanjut ke seri lainnya. Sampai suatu hari ia bertanya apakah di Indonesia juga ada perang, bagaimana perangnya, dan seterusnya. Maka dimulailah cerita tentang perang kemerdekaan.
Alhamdulillah, Alloh mengizinkan saya menemukan satu seri Ensiklopedia Perang Dunia II. Bassam antusias dibacakan buku tersebut. Saya tak sanggup membacakannya terlalu banyak, karena bukunya tebal dan bahasanya lebih enak untuk dibaca dalam hati (bukan membaca keras). Saya pun akhirnya menemukan buku lain yang lebih enak untuk dibacakan.
Setelah beberapa kali dibacakan, ia mulai tertarik terus memeiliki buku-buku tentang pahlawan, kemerdekaan, dan sebagainya. Ia mulai bertanya-tanya tentang negara, imperialisme (dalam bahasanya, penjajahan), tentang pemerintahan, mulai mencoba menganalisa tindakan-tindakan tertentu yang dilakukan oleh para pahlawan (dari cerita yang saya bacakan). Ia sangat serius membuka lembar demi lembar buku sejarahnya (yang banyak gambarnya), tetapi jangan kira ia membacanya, ia bahkan belum hafal beberapa huruf. "Maaaju tak gentaaaar...membela yang benaaar...", demikian ia mulai menikmati lagu-lagu nasional.
Ketika saya ditanya darimana saya memulai belajar bersama anak-anak? saya akan menjawab, dari kegemarannya masing-masing. Saya memulai petualangan belajar bersama anak pertama dari membicarakan kucing, membaca buku-buku tentang kucing, menggambar kucing, emmbuat cerita tentang kucing. Saya meyiapkan diri saya mengantar ke tempat-tempat olahraga untuk anak ke dua, menyediakan sarana permainan yang ia sukai, menyediakan ruangan agak luas untuknya bergerak. Saya harus menambah wawasan saya tentang sejarah, politik, militer untuk Bassam.
Bagaimana mengidentifikasi minat masing-masing? Yang saya lakukan diantaranya: menyediakan buku-buku bacaan di rumah, mengajaknya pergi ke toko/pameran buku. Perhatikan saja buku yang lebih banyak menarik minatnya. Cara lain adalah sering membacakan cerita yang menginspirasi. Membacakan cerita tentang para nabi, sahabat, ulama, pahlawan, dan tokoh lain yang memberikan pengaruh besar bagi kemajuan peradaban. Buku-buku pengetahuan juga bisa menjadi faktor yang menstimulasi minat anak-anak. Anak-anak jadi tahu mengapa mereka harus mandi, menggosok gigi, mengapa kalau sudah magrib kita harus berada di dalam rumah, apa pentingnya tidur dalam cahaya gelap, dan sebagainya.
Saya percaya semua orang tua ingin anak-anak mereka melakukan sesuai sesuai keinginan masing-masing. Namun seringkali kita terburu-buru ingin segera mengetahui minat anak-anak. Bila orang tua belum juga melihat anak mereka menyukai sebuah bidang, seharusnya mereka bertanya ke alam diri masing-masing, sudahkah kita sebagai orang tua memberikan stimulasi, waktu, dan usaha yang cukup demi menggali minat mereka?
Dulu saya termasuk ibu yang berorientasi hasil dan target. Hasilnya, anak pertama saya memulai belajar membacanya dengan berat, dalam kondisi ibunya dikejar target. Alhamdulillah, saya segera tersadar dan langsung mengubah teknik saya di anak ke dua. Yang perlu kita lakukan adalah terus-menerus memberikan stimulasi, menciptakan kondisi, dan yang terutama terus berdoa. Perpaduan antara doa, stimulasi, minat, dan teknik yang menyenangkan merupakan resep yang luar biasa bagi keluarga kami. Jika unsur-unsur tersebut berpadu, keterampilan membaca, menulis dan berhitung bukan masalah yang sulit.
Saat anak mulai menemukan minatnya (passion), ia akan berusaha mencari jalan menuju ke sana. Saat ia memulai dari kegemarannya, akan sulit kita menghentikannya, saat ia mencari teman yang tepat untuk menemani petualangan belajarnya, saatnya kita untuk selalu berada di dekatnya.
Kalimat terakhir nice banget. Anak yg keduaku msh belum orisinil siy tp kayanya skrg prioritas dia adl minta disayang2 hehehe ... Sdgkan fokus gue buat dy py mental kakak dulu, scara lg masa galau ... >.<
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus