”Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)
Pagi hari kami bangun seperti halnya keluarga lain. Bedanya, tak ada acara grusa-grusu mandi pagi dan suara krompyang-krompyang menyiapkan sarapan serta bekal sekolah. Setelah sholat subuh anak-anak masih bisa bersantai sejenak, sebelum kegiatan hari itu dimulai. Anak-anak mulai harus menyiapkan diri saat saya mulai bersuara "siap-siap baca ini ya, itu ya, begini ya, dan seterusnya".
Dahulu saat masa awal menjalankan homeschooling (HS), saya sering bingung harus melakukan apa untuk anak-anak. Seringkali pikiran tiba-tiba kurang terkontrol, yang akhirnya konsentrasi buyar. Akibatnya anak-anak menjadi tidak terarah; berebutan mainan, merajuk, kesal, dan sebagainya. Kepala saya pun makin pusing, belum lagi tumpahan air yang belum dikeringkan, makanan yang belum jadi, aaaawwwww!....rasanya ingin berteriak.
Waktu terus berjalan, hingga suatu kali saya tergoda untuk berjualan online. Godaan tambah berat karena pada saat itu pembeli saya makin banyak, toko online saya makin ramai. Tetapi, rutinitas harian menjadi kacau, anak-anak jadi sering merasa tidak bersemangat, mudah kesal, sulit diatur, dan sebagainya. Melihat gejala yang semakin kurang baik, saya memutuskan untuk menghentikan kegiatan berjualan saya. Ternyata setelahnya pun anak-anak masih suka kesal, merajuk, cekcok dan sebagainya. Rasanya saat itu seperti tertimbun runtuhan gedung, ternyata telah banyak waktu yang sudah saya buang percuma.
Mengapa saya katakan demikian? karena beberapa waktu sebelumnya kami menjalankan homeschooling dengan kurang baik. Gejalanya seperti yang sebutkan tadi, anak-anak tidak bersemangat, kurang bahagia, kurang motivasi belajar. Akhirnya saya meninjau ulang perjalanan HS kami, mencoba mencatat beberapa kesalahan, dan memperbaikinya. Salah satu kunci yang belum saya pegang adalah disiplin dalam penggunaan waktu. Ada orang-orang tertentu yang memang harus belajar cukup keras dalam disiplin waktu seperti saya. Maka saya memutuskan menyusun jadwal harian. Anak-anak menyusun jadwalnya sendiri-sendiri, saya pun menyusun target saya pribadi.
Saya mengira, dengan menjalankan HS maka kami bisa lebih santai menjalani aktivitas harian. Kami bisa memilih untuk melakukan aktivitas, bisa menundanya, atau membatalkannya. Ternyata, lama-kelamaan hal ini menjadi jebakan. Saya pernah menunda untuk mengajarkan matematika kepada anak pertama, karena saya pikir nanti-nanti juga bisa. Tetapi saya lupa pula untuk memberikan stimulasi kepadanya. Saya pernah 'kelepas' santai menghadapi anak ke tiga yang belum bisa juga membaca di usia 6 tahun, tetapi saya lupa untuk terus memberinya stimulasi melalui bacaan, dan sebagainya.
Akhirnya kami melakukan koreksi lagi, bahwa kami harus memiliki target dan ukuran dalam menjalankan homeschooling. Tentu saja target dan ukuran tersebut kami sesuaikan dengan kemampuan kami sendiri. Kami tidak mau lagi terjebak dalam 'luangnya' waktu yag kami miliki. Pada kenyataannya, waktu luang tersebut seharusnya kita atur agar efektif, bukan sebaliknya, kita yang terjebak oleh waktu luang.
Perlahan, anak-anak saya latih untuk bisa mengisi waktu-waktu mereka dengan baik. Memeriksa daftar tugas yang harus dilaksanakan; membereskan kamar, membaca buku, mengaji, dan sebagainya. Kunci keberhasilannya adalah konsistensi, ini bagian terberatnya (ngaku deh). Di saat kita sedang letih atau jenuh, segera ungkapkan ke pasangan, minta tolong ia memegang kendali sementara. Pada saat yang sama, kita harus mampu memulihkan semangat kembali, carilah cara. Biasanya yang paling ampuh sih, ngemil, hmmmmmm.
Tentu saja praktik HS kami masih sangat jauh dari ideal. Yang penting kita sebagai orang tua mau terbuka, mengoreksi diri, meningkatkan kapasitas, dan selalu memohon kepada-Nya agar diberikan taufiq dalam menjalani pilihan ini. Dalam menjalankan HS, kita bisa menentukan sendiri akan kita gunakan untuk apa waktu luang kita. Silakan isi dengan hal-hal yang membawa manfaat.
Pagi hari kami bangun seperti halnya keluarga lain. Bedanya, tak ada acara grusa-grusu mandi pagi dan suara krompyang-krompyang menyiapkan sarapan serta bekal sekolah. Setelah sholat subuh anak-anak masih bisa bersantai sejenak, sebelum kegiatan hari itu dimulai. Anak-anak mulai harus menyiapkan diri saat saya mulai bersuara "siap-siap baca ini ya, itu ya, begini ya, dan seterusnya".
Dahulu saat masa awal menjalankan homeschooling (HS), saya sering bingung harus melakukan apa untuk anak-anak. Seringkali pikiran tiba-tiba kurang terkontrol, yang akhirnya konsentrasi buyar. Akibatnya anak-anak menjadi tidak terarah; berebutan mainan, merajuk, kesal, dan sebagainya. Kepala saya pun makin pusing, belum lagi tumpahan air yang belum dikeringkan, makanan yang belum jadi, aaaawwwww!....rasanya ingin berteriak.
Waktu terus berjalan, hingga suatu kali saya tergoda untuk berjualan online. Godaan tambah berat karena pada saat itu pembeli saya makin banyak, toko online saya makin ramai. Tetapi, rutinitas harian menjadi kacau, anak-anak jadi sering merasa tidak bersemangat, mudah kesal, sulit diatur, dan sebagainya. Melihat gejala yang semakin kurang baik, saya memutuskan untuk menghentikan kegiatan berjualan saya. Ternyata setelahnya pun anak-anak masih suka kesal, merajuk, cekcok dan sebagainya. Rasanya saat itu seperti tertimbun runtuhan gedung, ternyata telah banyak waktu yang sudah saya buang percuma.
Mengapa saya katakan demikian? karena beberapa waktu sebelumnya kami menjalankan homeschooling dengan kurang baik. Gejalanya seperti yang sebutkan tadi, anak-anak tidak bersemangat, kurang bahagia, kurang motivasi belajar. Akhirnya saya meninjau ulang perjalanan HS kami, mencoba mencatat beberapa kesalahan, dan memperbaikinya. Salah satu kunci yang belum saya pegang adalah disiplin dalam penggunaan waktu. Ada orang-orang tertentu yang memang harus belajar cukup keras dalam disiplin waktu seperti saya. Maka saya memutuskan menyusun jadwal harian. Anak-anak menyusun jadwalnya sendiri-sendiri, saya pun menyusun target saya pribadi.
Saya mengira, dengan menjalankan HS maka kami bisa lebih santai menjalani aktivitas harian. Kami bisa memilih untuk melakukan aktivitas, bisa menundanya, atau membatalkannya. Ternyata, lama-kelamaan hal ini menjadi jebakan. Saya pernah menunda untuk mengajarkan matematika kepada anak pertama, karena saya pikir nanti-nanti juga bisa. Tetapi saya lupa pula untuk memberikan stimulasi kepadanya. Saya pernah 'kelepas' santai menghadapi anak ke tiga yang belum bisa juga membaca di usia 6 tahun, tetapi saya lupa untuk terus memberinya stimulasi melalui bacaan, dan sebagainya.
Akhirnya kami melakukan koreksi lagi, bahwa kami harus memiliki target dan ukuran dalam menjalankan homeschooling. Tentu saja target dan ukuran tersebut kami sesuaikan dengan kemampuan kami sendiri. Kami tidak mau lagi terjebak dalam 'luangnya' waktu yag kami miliki. Pada kenyataannya, waktu luang tersebut seharusnya kita atur agar efektif, bukan sebaliknya, kita yang terjebak oleh waktu luang.
Perlahan, anak-anak saya latih untuk bisa mengisi waktu-waktu mereka dengan baik. Memeriksa daftar tugas yang harus dilaksanakan; membereskan kamar, membaca buku, mengaji, dan sebagainya. Kunci keberhasilannya adalah konsistensi, ini bagian terberatnya (ngaku deh). Di saat kita sedang letih atau jenuh, segera ungkapkan ke pasangan, minta tolong ia memegang kendali sementara. Pada saat yang sama, kita harus mampu memulihkan semangat kembali, carilah cara. Biasanya yang paling ampuh sih, ngemil, hmmmmmm.
Tentu saja praktik HS kami masih sangat jauh dari ideal. Yang penting kita sebagai orang tua mau terbuka, mengoreksi diri, meningkatkan kapasitas, dan selalu memohon kepada-Nya agar diberikan taufiq dalam menjalani pilihan ini. Dalam menjalankan HS, kita bisa menentukan sendiri akan kita gunakan untuk apa waktu luang kita. Silakan isi dengan hal-hal yang membawa manfaat.
Noted, Mba... Jadi nikmat waktu memang bisa jadi peluang tapi bisa juga melenakan, ya. Jadi belajar lagi juga nih mengelola waktu.
BalasHapus